Nikah Saat Kuliah, Why Not?
https://www.shidiqweddingcard.com/2009/10/nikah-saat-kuliah-why-not.html
Brand:
Artikel Pranikah
Harga
Percetakan Undangan Pernikahan - ShidiqWeddingCard.com
Seminggu yang lalu, teman kelas saya dari China menikah dengan teman senegaranya. Menariknya, mereka masih tinggal di asrama masing-masing dan tetap melanjutkan studi. Kisah ini mengingatkan saya pada kejadian empat tahun yang lalu, saat saya dan suami memutuskan untuk menikah. Waktu itu suami sedang menyelesaikan skripsi, sementara saya persiapan untuk kerja lapangan (KKL).
Orang-orang di sekitar saya banyak yang tidak setuju. Pelajaran kamu jadi berantakan loh kata dosen tempat saya curhat. Memangnya kamu mau hidup dari mana, nikah itu butuh uang sahut teman yang lain. Bahkan kami juga perlu waktu lama untuk meyakinkan orang tua masing-masing. Mereka ketar ketir dengan kelanjutan nasib sekolah kami. Tapi, entah kenapa tekad itu semakin bulat, tidak lama kemudian kamipun menikah. Sambil menabung untuk persiapan sewa rumah, saya dan suami tinggal di kos masing-masing. Aktivitas kamipun masih tetap berjalan seperti biasa. Saya masih ke kampus, perpusda, warnet, kajian di mushalla, bedanya sekarang ada bodyguard yang membuat saya merasa lebih aman.
Setelah tinggal satu rumah, tentu saja beban ekonomi kian meningkat, sementara kami belum punya penghasilan sendiri. Sebenarnya suami pernah diterima bekerja di salah satu perusahaan bidang properti, tapi karena berbagai hal termasuk harus ngebut skripsi, terpaksa ditinggalkan. Untunglah, orang tua tidak menyetop bulanan. Dengan bekal itu, kami mulai mengatur keperluan harian seperti makan, listrik, transport, fotocopy dan..... Malahan kami masih sempat membeli beberapa buku. Kondisi ini bertahan sampai akhirnya saya berhasil menyelesaikan studi dengan hasil yang memuaskan, setahun setelah kelulusan suami. Saat inipun bisa dibilang kami masih kuliah sambil menikah, ya...bedanya tidak lagi merepotkan orang tua, karena bisa menutupi kebutuhan dari uang beasiswa yang kami terima. Mungkin ada yang bertanya, apa sich yang membuat kami memutuskan untuk cepat menikah?
Barangkali inilah diantara sekian jawaban yang dapat saya tulis di sini:
Pertama, menikah adalah hal positif dalam agama yang kami yakini, sementara kami mendengar terdapat anjuran untuk tidak menunda-nunda niatan baik bila mampu mengerjakannya.
Kedua, bagi saya, segera menikah adalah salah satu jalan yang dapat menjaga kami dari problematika hubungan lawan jenis yang tidak sehat.
Ketiga, bagi saya pribadi, kuliah, kerja lalu nikah bukan seperti anak tangga yang harus dinaiki satu persatu. Tapi, ketiganya bisa jadi dilakukan bersamaan.
Keempat, menurut saya, ketika ada pasangan yang sudah sepakat untuk hidup bersama, sinergi itu akan cepat berbuah manakala segera direspon secara baik.
Disamping itu, ada sisi yang menurut saya harus menjadi pertimbangan kuat sebelum memutuskan untuk menikah saat kuliah:
Pertama, keputusan ini harus disepakati oleh masing-masing pasangan. Tidak ada paksaan dari salah satu pihak.
Kedua, Restu orang tua menjadi hal yang sangat vital. Kalau tidak dapat meyakinkan mereka tentang alasan kita untuk menikah, lebih baik tidak nekad. Sebab tentu saja dukungan moral dan material mereka sangat besar artinya buat kita.
Ketiga, Masing-masing pasangan harus memiliki perencanaan masa depan yang jelas misalnya, penundaan anak pertama jika memang belum memungkinkan. Tidak sekedar menikah tanpa tujuan, sehingga dapat berdampak buruk pada keberlangsungan studi.
Pada akhirnya, keputusan kapan harus menikah menjadi hak privasi dari setiap individu, tetapi bila itu terjadi saat kuliah.....bukan sesuatu yang salah......jika sudah siap.....why not? (Oleh: Afi)
Buat Adinda yang tengah resah di UI Depok, semoga Allah memeberikan kemudahan
http://sophiazahra.multiply.com
Seminggu yang lalu, teman kelas saya dari China menikah dengan teman senegaranya. Menariknya, mereka masih tinggal di asrama masing-masing dan tetap melanjutkan studi. Kisah ini mengingatkan saya pada kejadian empat tahun yang lalu, saat saya dan suami memutuskan untuk menikah. Waktu itu suami sedang menyelesaikan skripsi, sementara saya persiapan untuk kerja lapangan (KKL).
Orang-orang di sekitar saya banyak yang tidak setuju. Pelajaran kamu jadi berantakan loh kata dosen tempat saya curhat. Memangnya kamu mau hidup dari mana, nikah itu butuh uang sahut teman yang lain. Bahkan kami juga perlu waktu lama untuk meyakinkan orang tua masing-masing. Mereka ketar ketir dengan kelanjutan nasib sekolah kami. Tapi, entah kenapa tekad itu semakin bulat, tidak lama kemudian kamipun menikah. Sambil menabung untuk persiapan sewa rumah, saya dan suami tinggal di kos masing-masing. Aktivitas kamipun masih tetap berjalan seperti biasa. Saya masih ke kampus, perpusda, warnet, kajian di mushalla, bedanya sekarang ada bodyguard yang membuat saya merasa lebih aman.
Setelah tinggal satu rumah, tentu saja beban ekonomi kian meningkat, sementara kami belum punya penghasilan sendiri. Sebenarnya suami pernah diterima bekerja di salah satu perusahaan bidang properti, tapi karena berbagai hal termasuk harus ngebut skripsi, terpaksa ditinggalkan. Untunglah, orang tua tidak menyetop bulanan. Dengan bekal itu, kami mulai mengatur keperluan harian seperti makan, listrik, transport, fotocopy dan..... Malahan kami masih sempat membeli beberapa buku. Kondisi ini bertahan sampai akhirnya saya berhasil menyelesaikan studi dengan hasil yang memuaskan, setahun setelah kelulusan suami. Saat inipun bisa dibilang kami masih kuliah sambil menikah, ya...bedanya tidak lagi merepotkan orang tua, karena bisa menutupi kebutuhan dari uang beasiswa yang kami terima. Mungkin ada yang bertanya, apa sich yang membuat kami memutuskan untuk cepat menikah?
Barangkali inilah diantara sekian jawaban yang dapat saya tulis di sini:
Pertama, menikah adalah hal positif dalam agama yang kami yakini, sementara kami mendengar terdapat anjuran untuk tidak menunda-nunda niatan baik bila mampu mengerjakannya.
Kedua, bagi saya, segera menikah adalah salah satu jalan yang dapat menjaga kami dari problematika hubungan lawan jenis yang tidak sehat.
Ketiga, bagi saya pribadi, kuliah, kerja lalu nikah bukan seperti anak tangga yang harus dinaiki satu persatu. Tapi, ketiganya bisa jadi dilakukan bersamaan.
Keempat, menurut saya, ketika ada pasangan yang sudah sepakat untuk hidup bersama, sinergi itu akan cepat berbuah manakala segera direspon secara baik.
Disamping itu, ada sisi yang menurut saya harus menjadi pertimbangan kuat sebelum memutuskan untuk menikah saat kuliah:
Pertama, keputusan ini harus disepakati oleh masing-masing pasangan. Tidak ada paksaan dari salah satu pihak.
Kedua, Restu orang tua menjadi hal yang sangat vital. Kalau tidak dapat meyakinkan mereka tentang alasan kita untuk menikah, lebih baik tidak nekad. Sebab tentu saja dukungan moral dan material mereka sangat besar artinya buat kita.
Ketiga, Masing-masing pasangan harus memiliki perencanaan masa depan yang jelas misalnya, penundaan anak pertama jika memang belum memungkinkan. Tidak sekedar menikah tanpa tujuan, sehingga dapat berdampak buruk pada keberlangsungan studi.
Pada akhirnya, keputusan kapan harus menikah menjadi hak privasi dari setiap individu, tetapi bila itu terjadi saat kuliah.....bukan sesuatu yang salah......jika sudah siap.....why not? (Oleh: Afi)
Buat Adinda yang tengah resah di UI Depok, semoga Allah memeberikan kemudahan
http://sophiazahra.multiply.com
Tidak ada komentar untuk "Nikah Saat Kuliah, Why Not?"